pattonfanatic.com

Indeks Kepercayaan Industri Melambat Jelang 2025, Apa Penyebabnya ?

Ilustrasi industri tekstil.
Lihat Foto

JAKARTA, - Angka indeks kepercayaan industri (IKI) pada Desember 2024 tercatat mengalami penurunan 0,02 poin jika dibandingkan dengan November lalu.

Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif, nilai IKI pada Desember 2024 ini sebesar 52,93 poin.

Sementara itu, nilai IKI November 2024 sebesar 52,95 poin.

"Nilai IKI pada bulan Desember 2024 mencapai 52,93, itu berarti sedikit melambat 0,02 poin," ujar Febri dalam pemaparan IKI Bulan Desember 2024 di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (30/12/2024).

Baca juga: Kemenperin Sebut Industri Lebih Takut Relaksasi Impor Dibandingkan PPN 12 Persen

Menurut Febri, penurunan nilai IKI jelang 2025 tersebut disebabkan oleh pemberlakuan kebijakan relaksasi impor yang mempengaruhi kinerja industri. Padahal,  besaran IKI pada Desember ini semestinya bisa lebih tinggi dari bulan sebelumnya.

"Jadi kami melihat bahwa penurunan IKI pada bulan Desember masih disebabkan oleh adanya pemberlakuan kebijakan relaksasi impor dan ini masih membayangi kinerja industri ke depan. Kami yakin bahwa IKI pada bulan Desember harusnya jauh lebih tinggi dari yang saat ini, yang sebesar 52,93," tutur Febri.

Sehingga, pihaknya mendorong kementerian/lembaga lain untuk merealisasikan kebijakan pro industri, utamanya dengan membatasi impor produk jadi.

Febri lantas menjelaskan, dari laporan yang diterima Kemenperin, banjir produk impor murah lebih memberatkan industri daripada kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen.

Pasalnya, banjir impor ini dapat menurunkan utilisasi industri hingga 10 persen yang dapat mengakibatkan industri kalah bersaing, kemudian kolaps, dan melakukan PHK.

"Artinya, bagi pelaku industri, penurunan utilisasi akibat banjir produk impor bakal lebih besar daripada penurunan utilisasi akibat naiknya PPN," kata Febri.

Febri lantas menjelaskan, jika PPN naik menjadi 12 persen, maka akan menaikkan harga bahan baku penolong. Namun, industri bisa menyesuaikan dengan menurunkan utilisasi dan menaikkan harga jual produk manufaktur.

Febri memperkirakan, penurunan utilisasi yang terjadi akibat kenaikan PPN sekitar 2-3 persen.

Ia mencontohkan, jika ada kenaikan PPN menjadi 12 persen, harga jual produk yang diproduksi dengan nilai Rp 50.000 bisa naik dari Rp 55.000 menjadi Rp 56.000. Tetapi, dengan adanya kebijakan relaksasi impor, industri kesulitan menurunkan harga jual produk mereka.

"Kalau PPN (naik jadi) 12 persen, industri masih bisa menyesuaikan dengan menaikkan harga, kalau banjir produk impor, industri mau bagaimana menyesuaikan utilisasinya bisa turun di atas 10 persen?" tutur Febri.

"Industri sulit menurunkan harga jual agar bisa bersaing dengan produk impor yang sangat murah,” katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat