Manajemen Mikro, Ketika Pemimpin Jadi Penghambat
PERNAHKAH Anda merasa tertekan saat bekerja di bawah pemimpin yang terus-menerus mengawasi secara ketat? Jika iya, Anda tidak sendirian.
Menurut penelitian Hogan Assessment System, 48 persen sampel pekerja menggambarkan pemimpinnya terlalu terfokus pada detail dan mengontrol setiap aspek pekerjaan. Fenomena ini disebut manajemen mikro.
Manajemen mikro sering dilakukan dengan niat baik. Pemimpin mungkin ingin menghindari kesalahan kecil yang dapat menjadi fatal. Selain itu, pemimpin biasanya ingin tim memahami standar kerja yang tinggi. Mereka bisa jadi mengambil alih pekerjaan di tengah proses, memindahkan penugasan kepada orang lain, atau melakukan intervensi secara berlebihan.
Baca juga: Pemimpin, Pentingkah Menyentuh Hati Anak Buah?
Mereka mungkin tidak menyadari bahwa ada yang salah dari kepemimpinannya, tetapi justru sering merasa frustrasi dan berkata, “Mengapa harus saya yang selalu menemukan kesalahan kecil?" atau “Kenapa semua keputusan harus bergantung pada saya?"
Mengapa pemimpin melakukan manajemen mikro?
Carey Nieuwhof, pakar kepemimpinan, menjelaskan, “Kontrol sering kali menjadi pengganti kurangnya strategi atau keselarasan yang jelas.”
Dengan kata lain, ketika seorang pemimpin tidak memiliki visi yang jelas, mereka mencoba menggantikannya dengan kontrol berlebihan. Banyak situasi manajemen mikro lahir dari rasa khawatir akan kegagalan, baik karena pengalaman masa lalu maupun kekhawatiran akan ketidakpastian pada masa mendatang.
Baca juga: Menjual Reputasi, Aset yang Tak Ternilai
Julia DiGangi, seorang ahli neuroenergetika, menyebutkan bahwa manajemen mikro berasal dari ketidakpercayaan pada orang lain maupun pada diri sendiri. Pemimpin seperti ini merasa bahwa hanya mereka yang dapat melakukan pekerjaan dengan benar. Micromanaging adalah demonstrasi keyakinan bahwa kita lebih baik daripada tim kita dalam pekerjaan mereka,” kata Alex Hormozi.
Perasaan ini diperparah oleh dorongan untuk mencapai kesempurnaan sehingga pemimpin tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai tim, alih-alih memberikan penghargaan kepada tim.
Dampak negatif manajemen mikro
Manajemen mikro tidak hanya melelahkan bagi pemimpin dan anggota tim, tetapi juga merusak organisasi. Bayangkan, seorang pemahat yang terus-menerus memperbaiki detail kecil sehingga karyanya tidak pernah selesai.
Baca juga: Kelelahan Zoom
Selain itu, keputusan sekecil apa pun harus melewati pemimpin dan memperlambat alur kerja serta menyebabkan frustrasi di antara anggota tim. Ketika upaya mereka selalu diintervensi dan keputusan dipertanyakan terus, karyawan cenderung menjadi pasif dan hanya menunggu arahan, yang pada akhirnya mengurangi inisiatif dan produktivitas.
Hubungan antarpemimpin yang melakukan manajemen mikro pun sangat unik. Pemimpin kerap berada di tengah-tengah proses kerja, tetapi tidak membentuk pendewasaan bawahan.
Ketika bawahan merasa terus-menerus diawasi, mereka merasa dianggap kurang kompeten dan kehilangan motivasi dan kepercayaan diri.
Baca juga: Menjaga Kepatutan
Sebuah studi menunjukkan, manajemen mikro adalah salah satu alasan utama karyawan memilih untuk meninggalkan perusahaan. Kehilangan talenta ini tidak hanya mengganggu operasional perusahaan, tetapi juga mahal karena proses rekrutmen dan pelatihan karyawan baru membutuhkan waktu dan biaya besar.
Steve Jobs pernah mengatakan, “Tidak masuk akal untuk mempekerjakan orang pintar dan memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan. Kami mempekerjakan orang pintar sehingga mereka dapat memberi tahu kami apa yang harus dilakukan.”
Namun, hal ini menjadi terabaikan ketika manajemen mikro terjadi. Akibatnya, karyawan merasa bahwa ide-ide mereka tidak dihargai sehingga mereka berhenti beride dan berinovasi.
Mengubah gaya kepemimpinan
Apakah pemimpin yang melakukan manajemen mikro bisa berubah? Carey Nieuwhof menyebutkan bahwa langkah pertama adalah mengakui adanya masalah. Ini tidak mudah terjadi, apalagi banyak pemimpin yang tidak punya cukup kesadaran bahwa gaya kepemimpinannya akan membawa masalah dalam jangka panjang.
Baca juga: Asah Keberanian
Mengingat kebiasaan ini juga berakar dari kepribadian, maka memahami profil kepribadian juga dapat menjadi sumber data untuk pengembangan diri. Dalam Hogan Development Survey, para pemimpin dapat memperoleh gambaran tentang perilaku yang perlu dikelola agar tidak menghambat relasi dan kepemimpinannya. Salah satunya, kecenderungan melakukan manajemen mikro.
Langkah selanjutnya, melakukan modifikasi perilaku. Pola perilaku yang sudah berakar kuat, ditambah dengan tekanan dan persaingan di lingkungan kerja, sering membuat pemimpin merasa kontrol ketat adalah cara untuk memastikan hasil terbaik. Perilaku ini membuat anggota tim merasa tidak dipercaya, padahal rasa percaya adalah fondasi dari hubungan yang sehat antara pemimpin dan tim.
Baca juga: Mengatur Nada
Untuk itu, pemimpin harus menunjukkan bahwa mereka percaya pada tim dengan memberikan otonomi dan menghargai usaha mereka. Pemberian apresiasi akan memotivasi tim untuk bekerja lebih baik tanpa merasa diawasi secara berlebihan.
Pemimpin perlu belajar untuk mendelegasikan. Ini tidak hanya tentang cara membagi tugas, tetapi juga memberi kepercayaan kepada tim untuk mengambil keputusan. Dengan memberikan arahan yang jelas dan ruang pada bawahan untuk berkreasi pada detail proses, pemimpin bisa mulai melepaskan kebiasaan kontrol secara berlebihan.
Selain itu, pemimpin harus belajar berkonsentrasi pada tugas-tugas strategis daripada tenggelam dalam detail operasional. Pemimpin harus tetap berpegang pada “gambar besar” keadaan organisasi. Dengan begitu, mereka dapat melihat tujuan jangka panjang dan membantu tim mencapai tujuan tersebut.
Baca juga: Era Imajinasi
Manajemen mikro mungkin terasa seperti solusi untuk menjaga kualitas, tetapi akan banyak merugikan dalam jangka panjang. Dengan belajar mempercayai tim, memberikan arahan yang jelas, dan fokus pada hasil, pemimpin dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.
Seperti kata Ralph Nader, “Fungsi kepemimpinan adalah menghasilkan lebih banyak pemimpin, bukan lebih banyak pengikut.”
Menginspirasi orang lain untuk terus berkembang jauh lebih berarti daripada sekadar mengontrol mereka.
Terkini Lainnya
- Gaji UMR Padang Sidempuan 2025 dan 32 Daerah di Sumut
- Gaji UMR Binjai 2025 dan Semua Kabupaten/kota di Sumut
- Ketidakpastian Global Masih Berlanjut, Sri Mulyani Tegaskan Stabilitas Sistem Keuangan RI Tetap Terjaga
- Bank DBS Gelar Forum Strategi Investasi, Dorong Penguatan Relasi Indonesia-Taiwan
- Soal Kriteria Perguruan Tinggi Bisa Kelola Tambang, ESDM Bakal Bahas dengan DPR
- Emiten Remala Abadi Rombak Jajaran Direksi dan Komisaris
- Mentan Amran Minta Importir Singkong Jangan Zalimi Petani, Ada Apa?
- Diskon Tarif Listrik 50 Persen Tidak Diperpanjang, Hanya 2 Bulan
- Menteri KP: Terus Terang Kami Kaget Ada Sertifikat di Area Pagar Laut Tangerang...
- IHSG Melemah di Akhir Perdagangan, Rupiah Menguat ke Rp 16.171 Per Dollar AS
- Ini Ancaman Hukuman bagi Distributor MinyaKita Jual Tidak Sesuai Harga
- Kemendag Akan Tindak Distributor Nakal MinyaKita di Daerah-daerah “Merah”
- BUMN Sudah Terapkan 4 Hari Kerja, Dukung Aturan Serupa Diterapkan di Jakarta
- Menteri KP: Tidak Ada "Kekuatan Besar" yang Menekan soal Pagar Laut...
- Viral Hadiah dari Luar Negeri Diminta Bayar Rp 3,5 Juta, Bea Cukai: Itu Aturan Impor Barang
- Coretax Kerap Bermasalah, Sri Mulyani: Kepada Seluruh Wajib Pajak, Saya Mengucapkan Maaf...
- Kapan Skema Baru BBM Subsidi Diumumkan? Ini Kata Bahlil
- Biodiesel B40 Mulai Diterapkan 1 Januari 2025
- Rp 1,08 Triliun Dana Asing Masuk RI Selama Sepekan Ini
- Budi Arie Lantik Bendahara Projo Panel Barus Jadi Deputi Pengembangan Usaha Koperasi Kemenkop
- Masih Cari Putusan MA, Menperin: Kami Berdoa Ada Poin Soal Going Concern Sritex