pattonfanatic.com

Prospek Agribisnis dan Hilirisasi Karet Alam

Petani memanen getah karet di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (31/1/2020). Dampak wabah virus corona, harga karet di Sumatera Selatan mengalami penurunan dari Rp17.151 per kilogram menjadi Rp14.950 per kilogram untuk kadar karet kering (KKK) 100 persen atau turun 12,8 persen sejak 20 Januari lalu.
Lihat Foto

KARET alam merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia, berperan penting sebagai sumber devisa dan pendukung kesejahteraan petani.

Sebagai produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand, Indonesia memiliki potensi besar.

Namun, industri perkebunan ini menghadapi tantangan signifikan, termasuk fluktuasi harga global, rendahnya produktivitas, keterbatasan teknologi, dan minimnya hilirisasi produk.

Data terbaru menunjukkan bahwa pada 2023, produksi karet alam nasional hanya mencapai 2,24 juta ton, turun 17,34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca juga: Teh Artisan: Dedikasi, Kreativitas, dan Keberlanjutan

Penurunan ini sejalan dengan melemahnya ekspor karet alam, di mana pada 2023 Indonesia hanya mengekspor 1,79 juta ton, jauh di bawah capaian 3,27 juta ton pada 2017.

Kondisi geopolitik dan regulasi internasional semakin menambah tekanan terhadap daya saing industri karet nasional.

Salah satu regulasi yang berdampak signifikan adalah European Union Deforestation-free Regulation (EUDR), yang akan mulai diterapkan pada Januari 2025 untuk perusahaan besar dan pertengahan tahun 2025 untuk produk petani rakyat.

Aturan ini mengharuskan produk karet yang diekspor ke Uni Eropa bebas dari deforestasi, yang dapat menimbulkan ancaman serius terhadap sektor karet alam Indonesia, terutama bagi petani kecil yang mungkin kesulitan memenuhi persyaratan ketat tersebut.

Untuk meningkatkan daya saing dan stabilitas sektor karet, diperlukan strategi pengembangan agribisnis yang komprehensif.

Langkah-langkah tersebut meliputi peremajaan perkebunan dengan menggunakan klon unggul yang tahan penyakit, penguatan Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB), serta peningkatan teknologi dan praktik pertanian yang berkelanjutan.

Selain itu, pengembangan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah produk karet menjadi krusial.

Baca juga: Tren 2025: Peluang dan Daya Saing Kopi Indonesia

Dengan demikian, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan lebih fokus pada produk olahan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi, sehingga mampu bersaing di pasar global yang semakin kompetitif.

Inovasi dan daya saing

Berdasar Data Analisis Kinerja Perdagangan Karet Tahun 2023, Setjen Kementerian Pertanian (Kementan), penguatan kelembagaan petani melalui Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB) telah menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kualitas produksi dan kesejahteraan petani karet.

Pada 2023, terdapat lebih dari 450 UPPB yang tersebar di sentra produksi utama seperti Sumatera Selatan, Jambi, dan Kalimantan Barat.

UPPB mampu mengelola hingga 15 persen produksi nasional bokar, memberikan keuntungan tambahan dengan harga bokar rata-rata 10-15 persen lebih tinggi dibandingkan penjualan langsung ke tengkulak.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat