Bakal Berlaku Semester II, Kenapa Cukai Minuman Berpemanis Diterapkan?

JAKARTA, - Pemerintah berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada Semester II 2025.
Dengan ini, maka pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan menjadi pertama kalinya diterapkan di Indonesia.
Mengutip Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024, pengenaan cukai MBDK pada tahun ini ditargetkan dapat berkontribusi pada penerimaan negara sebesar Rp 3,8 triliun.
Namun apakah alasan pengenaan cukai minuman berpemanis semata-mata untuk menambah penerimaan negara?
Baca juga: Kenakan Cukai ke Minuman Berpemanis, Pemerintah Klaim Bukan karena Butuh Uang
1. Tidak Semata untuk Kejar Penerimaan
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Akbar Harfianto menjelaskan, tujuan utama pengenaan cukai MBDK ialah untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan pada masyarakat.
Sebab, konsumsi gula tambahan pada masyarakat menjadi penyebab utama penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas dan diabetes.
"Pengenaan cukai untuk MBDK, prioritas utamanya adalah bagaimana kita bisa mengendalikan tambahan konsumsi gula di masyarakat. Jadi semata-mata tidak kepada optimalisasi penerimaan atau revenue. Jadi jangan sampai disalahartikan 'wah negara butuh duit, jadi harus nambah', bukan itu," ujarnya dalam media briefing di Jakarta, Jumat (10/1/2025).
2. Membatasi Konsumsi Gula Tambahan
Pemerintah menilai konsumsi gula masyarakat Indonesia perlu dibatasi karena selama 10 tahun terakhir mengalami peningkatan signifikan.
Mengutip laman DJPb Kemenkeu, menurut data penelitian Taipei Medical University dan Kementerian Kesehatan RI, konsumsi gula masyarakat selama 1992-2020 meningkat 40 persen.
Angka tersebut lebih tinggi 31 persen dari peningkatan konsumsi gula global yang hanya 9 persen pada periode yang sama.
Selain itu, pemerintah juga melihat terdapat peningkatan konsumsi masyarakat terhadap minuman berpemanis.
Baca juga: Cukai Minuman Berpemanis, Bakal Dibebankan ke Pabrik dan Gerai Penjualan
Hal ini diketahui dari dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dapat disimpulkan bahwa selama 1996-2014, konsumsi masyarakat pada minuman berpemanis meningkat secara signifikan.
Data menyebutkan, konsumsi minuman berpemanis pada 1996 yaitu 24 juta liter, sedangkan pada 2014 meningkat menjadi 405 juta liter.
Oleh karena itu, hal ini menjadi perhatian pemerintah karena peningkatan konsumsi minuman berpemanis beriringan dengan peningkatan penyakit diabetes, obesitas, dan kardiovaskular.
Terkini Lainnya
- Cara Mengatasi Lupa EFIN untuk Wajib Pajak, Bisa Online dari HP
- Dukung Distribusi BBM, HUMI Tambah Kapal Tanker
- Sebut Para Youtuber Takuti Investor Saham, Bos BRI: Bisa Kita "Counter" dengan Fundamental
- Pendaftaran KIP Kuliah 2025 Dibuka, Begini Cara Daftar dan Syaratnya
- RI, Malaysia, dan Thailand Sepakati Harmonisasi Penggunaan Mata Uang Lokal
- Bahlil Tegaskan Izin Kelola Tambang Diberikan untuk UKM Daerah
- KKP Musnahkan Puluhan Ikan Predator Milik Toko Ikan Hias di Jakarta
- Agar Dompet Aman, Begini Cara Kelola Keuangan Selama Ramadhan
- Tak Hanya dari Bisnis, Ini 6 Sumber "Passive Income" yang Menjanjikan
- Efisiensi Anggaran, Apa Dampaknya ke Perbankan?
- Bapanas Klaim Bulog Mampu Serap hingga 10.000 Ton Beras Setiap Hari
- Ojol soal THR: Harapan Kami untuk Menambah Kesejahteraan...
- Airlangga Sebut Malaysia, Thailand, dan Vietnam Juga Berlakukan DHE SDA
- DPR Setujui RUU Minerba Dibawa ke Paripurna, Ada Aturan untuk Ormas dan Kampus
- KAI Bandara Buka Lowongan Kerja dan Magang untuk Lulusan D3-S1, Simak Persyaratannya
- Mayoritas Harga Pangan Dilaporkan Turun, Cabai Rawit Merah Rp 72.690 per Kg
- CBDK Resmi IPO, Saham Langsung ARA
- Simak Daftar Kurs Rupiah di 5 Bank Besar di Indonesia
- IHSG dan Rupiah Lesu di Pembukaan Awal Pekan
- Cek Harga Emas Antam 13 Januari 2025