Efek Pemangkasan BI Rate: Peluang Cuan di Pasar Reksadana

JAKARTA, – Tren pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) diyakini dapat menggairahkan minat investasi di reksadana, terutama jenis saham.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, reksadana pasar uang dan pendapatan tetap pun menjadi pilihan menarik untuk investor yang mengedepankan stabilitas.
CEO Pinnacle Investment Indonesia, Guntur Putra, menjelaskan bahwa langkah BI menurunkan suku bunga acuan akan memberikan dampak signifikan pada pasar keuangan, termasuk kinerja reksadana.
Baca juga: Mengenal Manfaat Investasi Reksadana bagi Pemula
Pemotongan suku bunga BI Rate semestinya cendering mendorong arus investasi masuk (capital inflow). Investor akan lebih mencari instrumen dengan imbal hasil lebih tinggi, namun tetap memperhatikan risiko.
"Secara keseluruhan, penurunan suku bunga domestik dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong kinerja sektor-sektor ekonomi tertentu, seperti konsumsi dan infrastruktur," kata Guntur, Jumat (17/1).
Efek Penurunan Suku Bunga pada Reksadana Saham
Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen pada rapat yang digelar 14-15 Januari 2025. Suku bunga Deposit Facility kini berada di level 5,00 persen dan Lending Facility di 6,50 persen.
Menurut Guntur, kebijakan ini berpotensi memperkuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang merupakan underlying asset bagi reksadana saham.
Baca juga: KISI Asset Management Luncurkan Reksadana Syariah yang Fokus ke AI dan Kendaraan Listrik
“Penurunan suku bunga domestik meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong sektor ekonomi seperti konsumsi dan infrastruktur. Selain itu, saham-saham blue-chip yang tahan terhadap volatilitas pasar menjadi pilihan menarik,” tambah Guntur.
Sektor-sektor sensitif terhadap suku bunga seperti properti, konsumsi, dan perbankan diprediksi mendapat keuntungan dari kebijakan ini. Penurunan suku bunga umumnya mengurangi biaya pendanaan, meningkatkan profitabilitas perusahaan, dan mendorong konsumsi.
Peluang di Reksadana Pasar Uang dan Pendapatan Tetap
Untuk investor yang lebih konservatif, reksadana pasar uang dan pendapatan tetap menawarkan stabilitas.
“Reksadana pasar uang memberikan likuiditas tinggi dan risiko rendah, sementara reksadana pendapatan tetap, terutama yang berinvestasi di obligasi jangka panjang, bisa memanfaatkan keuntungan dari penurunan suku bunga karena harga obligasi cenderung naik,” jelas Guntur.
Di pasar obligasi, surat utang jangka panjang diproyeksikan menguat seiring turunnya suku bunga. Namun, investor juga harus memperhatikan kebijakan moneter global, termasuk sikap hawkish The Federal Reserve yang berpotensi menahan aliran modal ke Indonesia.
Baca juga: 4 Alasan Reksadana Cocok untuk Investor Pemula
Faktor Eksternal dan Tantangan Pasar
Selain kebijakan domestik, faktor eksternal seperti kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang akan mulai menjabat pekan depan, juga memengaruhi sentimen pasar.
“Kebijakan tarif dan perdagangan Trump bisa meningkatkan volatilitas di pasar global dan domestik,” sebut Guntur.
Kinerja reksadana saham sepanjang 2024 menunjukkan koreksi tajam hingga -8,87 persen, menurut data Infovesta Utama.
Sebaliknya, reksadana pendapatan tetap dan pasar uang mencatatkan pertumbuhan return masing-masing sebesar 3,30 persen dan 4,63 persen, sedangkan reksadana campuran terkoreksi -1,05 persen.
Dengan potensi pemangkasan suku bunga lebih lanjut, prospek reksadana saham diperkirakan membaik. Namun, investor tetap perlu mencermati perkembangan kebijakan global yang dapat memengaruhi dinamika pasar keuangan.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Suku Bunga BI Rate Dipangkas, Reksadana Jenis Apa yang Bakal Untung?
Terkini Lainnya
- Realisasi Investasi Kendal Capai Rp 14,2 Triliun, KEK Jadi Magnet Investor
- Kenapa Dana Darurat Wajib Dipersiapkan? Ini Manfaat dan Cara Mengelolanya
- Gappri Sebut PP 28 Tahun 2024 Bisa Ancam Kedaulatan Ekonomi, Mengapa?
- Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan Online dan Offline Tanpa Paklaring
- Dirut Telkom: AI Bisa Dukung UMKM dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi
- MAKN Bakal Bentuk Bidang Hilirisasi Tanah Adat untuk Bantu Ketahanan Pangan
- Perkuat Digitalisasi, BNI dan Astra Credit Companies Jalin Kerja Sama Layanan Autopay
- Simak Rincian 56 Industri Padat Karya yang Karyawannya Dapat Insentif PPh Pasal 21 DTP
- RI Upayakan Perluas Variasi Produk Ekspor ke Jepang
- PLN IP Target Kapasitas Listrik EBT Tambah 2,4 GWh hingga 2035
- BUMI Dukung Transisi Energi Berkelanjutan dengan Efisiensi dan Inovasi
- China Disebut Khawatirkan Produk Baja Asal Indonesia, Mengapa ?
- Trump Mundur dari Kesepakatan, Pemerintah Beri Sinyal Batal Terapkan Pajak Minimum Global 15 Persen
- Airlangga Klaim Weda Bay Kawasan Industri Logam Paling Efisien di Dunia
- Penerapan Mandatori Bioavtur 3 Persen Ditarget 2026
- Rp 5 Triliun Dana dari APBD Tersedot untuk Makan Bergizi Gratis
- Airlangga Yakin Paket Kebijakan Bakal Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi, Lampaui Proyeksi Bank Dunia dan BI
- Promo HokBen Weekend Deals 17-19 Januari 2025, Harga Mulai Rp 60.000
- Makan Bergizi Butuh Tambahan Anggaran Rp 100 Triliun untuk Jangkau 82,9 Juta Penerima
- Apa Itu Gapeka Kereta Api yang Berlaku 1 Februari 2025? Ini Penjelasan KAI