Apa yang Bakal Indonesia Lakukan jika Uni Eropa Tetap Halangi Ekspor Sawit?

JAKARTA, - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengancam akan mengadukan Uni Eropa ke Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump jika tidak membuka ekspor produk kelapa sawit dari Indonesia.
Indonesia telah memenangkan sengketa diskriminasi perdagangan kelapa sawit di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (Dispute Settlement Body/DSB) WTO.
Keputusan WTO seharusnya membuat Uni Eropa membuka kembali akses pasar untuk produk kelapa sawit dan turunannya.
"Dia harus membuka. Kalau tidak membuka ya.. kita kasih tahu Pak Trump," ujar Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (17/1/2024).
Baca juga: Sawit RI Menang di WTO, tapi Tantangan Ekspor Masih Besar
Namun, Airlangga mengakui kemenangan ini belum bisa membuat Indonesia lega sepenuhnya.
Uni Eropa masih memiliki waktu 20-60 hari untuk mengajukan banding setelah keputusan WTO disirkulasikan kepada anggota WTO.
"Kemungkinan banding selalu ada. Tapi ini membuktikan Indonesia punya kekuatan dan mereka melakukan diskriminasi. Poin pentingnya ada di sana," tegas Airlangga.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menyatakan kemenangan Indonesia di WTO tidak langsung meningkatkan ekspor sawit nasional.
Putusan WTO menyatakan Uni Eropa terbukti mendiskriminasi biofuel berbahan kelapa sawit dari Indonesia. Namun, Eddy menyebut banyak faktor lain memengaruhi perdagangan sawit global.
"Putusan ini terbatas pada kasus biodiesel. Jadi belum tentu ekspor sawit kita meningkat. Ada banyak faktor lain yang berperan," kata Eddy kepada , Jumat (17/1/2025).
Baca juga: Duduk Perkara Sengketa Sawit Indonesia Vs Uni Eropa di WTO
Eddy menyoroti klaim Uni Eropa terkait keputusan tersebut. Menurutnya, WTO menegaskan kebijakan Uni Eropa harus mempertimbangkan dampaknya terhadap negara lain.
Meskipun Indonesia menang, Eddy menyebut ekspor sawit tetap menghadapi tantangan berat.
Selain kebijakan Uni Eropa, sentimen global tentang keberlanjutan kelapa sawit juga memengaruhi permintaan.
WTO mewajibkan Uni Eropa menyesuaikan kebijakan agar sesuai dengan aturan perdagangan internasional. Namun, tindak lanjut Indonesia dan strategi negosiasi tetap menjadi kunci untuk memanfaatkan peluang ini.
Terkini Lainnya
- Wall Street Menguat Ditopang Saham Teknologi dan Industri Baja-Aluminium
- Sempat Punya Ratusan, Kini Gerai Teguk Tinggal 35 Outlet
- Investasi Keluhkan Aktivitas Ormas, Begini Respons BKPM
- Mau Pasang Listrik Baru? Catat Biaya Penyambungan PLN 2025
- Menteri Rosan Bantu Carikan Investor untuk IKN Sampai ke Singapura
- Ombudsman Bongkar Masalah Distribusi Elpiji 3 Kg: Stok Tak Merata, Masyarakat Sulit Akses
- [POPULER MONEY] Jadwal dan Cara Cek PenerimaBansos BPNT 2025 | DPR dan Ditjen Pajak Sepakati Gunakan 2 Sistem Perpajakan
- Ketika Lampu Redup dan AC Semakin Hangat di Kementerian BUMN…
- Rahasia Sukses Menurut Steve Jobs: Bukan Soal Bakat, tapi Cara Berpikir
- Muslim LifeFair Bakal Digelar di Revo Mall Bekasi, Tawarkan Diskon hingga 70 Persen
- Dana IPO Bukalapak Parkir di Instrumen Investasi, Benarkah Akan Berubah Haluan?
- PLN Pastikan Sisa Token Listrik Diskon 50 Persen Tidak Hangus Meski Periode Promo Berakhir
- Bahlil Pertimbangkan Aturan Wajibkan Eksportir Batu Bara Gunakan HBA
- Pertamina Produksi 14,5 Juta Barrel BBM Rendah Sulfur untuk Kapal
- Mengapa Orang Kaya Rela Bayar Mahal untuk Terbang dengan Jet Pribadi?
- Syarat dan Cara Mengurus BPJS Kesehatan untuk Bayi Baru Lahir
- Wamenperin: RI Mampu Produksi Ponsel Pintar Berkualitas
- Efek Pemangkasan BI Rate: Peluang Cuan di Pasar Reksadana
- Serikat Pekerja eFishery Sudah Bersiap Hadapi Kemungkinan PHK Massal
- Rp 5 Triliun Dana dari APBD Tersedot untuk Makan Bergizi Gratis