Strategi Indonesia di BRICS: Peluang Perdagangan hingga Gugatan Standar Internasional

JAKARTA, — Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Arif Havas Oegroseno, menegaskan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS memiliki manfaat strategis untuk menghadapi dinamika global yang semakin tidak menentu.
“Ini merupakan bagian dari strategi kita untuk menghadapi perkembangan dunia yang semakin tidak menentu,” ujar Havas dalam Forum Diskusi Denpasar 12 (FDD12) yang digelar secara daring, Rabu (22/1/2025).
Peluang Perdagangan
Havas menjelaskan bahwa Indonesia memiliki banyak peluang melalui keanggotaan di BRICS, salah satunya memperkuat kerja sama perdagangan dengan negara-negara anggota. Perjanjian dagang yang telah terjalin, seperti dengan Tiongkok, dapat diperkuat lebih jauh.
Baca juga: Holding BUMN Danareksa Dukung Pariwisata Nasional lewat Revitalisasi
Selain itu, Indonesia berpotensi menjalin kerja sama ekonomi yang lebih terstruktur dengan negara-negara lain, seperti India dan Brasil.
“Peluang-peluang itu harus kita cari, agar kita bisa mengedepankan kepentingan kita di kancah global,” tutur Havas.
Norma dan Standar Baru
Indonesia juga dapat mendorong penyusunan norma dan standar baru di bidang perdagangan global melalui BRICS.
Hal ini relevan dalam menghadapi standar dagang yang dianggap kurang menguntungkan, seperti kebijakan Uni Eropa terkait komoditas strategis seperti minyak sawit, kopi, karet, daging sapi, dan kayu.
Baca juga: Trump Jadi Presiden AS Lagi, Indonesia Optimistis Hadapi Dampak Ekonominya Walau Gabung BRICS
“Kalau sudah menjadi standar internasional di FAO, kita bisa gugat Uni Eropa di WTO, bahwa aturan Uni Eropa ini tidak sesuai dengan standar internasional,” jelas Havas, merujuk pada Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Perspektif Sosiologi dan Ekonomi Politik
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua MPR RI, Dr. Lestari Moerdijat, menyoroti potensi ekonomi negara-negara anggota BRICS yang memiliki sumber daya melimpah.
“Negara-negara di BRICS memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, ekonomi yang beragam, serta populasi dan sumber daya alam yang besar. Dengan latar belakang ini, keanggotaan Indonesia dapat menjadi lompatan strategis untuk memanfaatkan peluang tersebut,” ujar Lestari.
Namun, ia juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam pengambilan langkah. “Kita tidak boleh tergesa-gesa, tetapi juga tidak boleh kehilangan momentum. Diskusi mendalam dengan para pemangku kepentingan menjadi sangat penting agar keputusan yang diambil benar-benar memberikan manfaat bagi kepentingan nasional,” tambahnya.
Baca juga: Indonesia Gabung BRICS, demi Apa?
Basis Keputusan: Perlindungan dan Perdamaian
Lestari menegaskan bahwa langkah kerja sama global Indonesia, termasuk bergabung ke aliansi BRICS, diambil dengan memperhatikan aspek perlindungan, kesejahteraan, dan perdamaian dunia.
"Aspek perlindungan, kesejahteraan, dan perdamaian dunia merupakan basis perluasan dari kerja sama global tersebut, sehingga memberikan manfaat bagi kita, dengan tetap berada di dalam koridor konstitusi Indonesia," tuturnya.
Ia berharap diskusi ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik bagi semua pihak, sehingga keputusan pemerintah dapat dikawal dan didukung untuk mencapai hasil terbaik bagi bangsa.
“Kita yakin apa yang dikerjakan pasti memberikan manfaat dari berbagai aspek, bukan ekonomi semata,” kata Lestari. Semua langkah Indonesia tetap berada dalam koridor konstitusi dengan prioritas pada kepentingan nasional dan internasional.
Terkini Lainnya
- Tiket Kereta Laris untuk Mudik Lebaran, KAI: Beberapa Rute Sudah Penuh
- Duduk Perkara Kasus Royalti Agnes Mo Versi LMKN, Masalah Hak Cipta hingga Tuntutan Rp 1,5 Miliar
- Realisasi Investasi Kendal Capai Rp 14,2 Triliun, KEK Jadi Magnet Investor
- Kenapa Dana Darurat Wajib Dipersiapkan? Ini Manfaat dan Cara Mengelolanya
- Gappri Sebut PP 28 Tahun 2024 Bisa Ancam Kedaulatan Ekonomi, Mengapa?
- Cara Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan Online dan Offline Tanpa Paklaring
- Dirut Telkom: AI Bisa Dukung UMKM dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi
- MAKN Bakal Bentuk Bidang Hilirisasi Tanah Adat untuk Bantu Ketahanan Pangan
- Perkuat Digitalisasi, BNI dan Astra Credit Companies Jalin Kerja Sama Layanan Autopay
- Simak Rincian 56 Industri Padat Karya yang Karyawannya Dapat Insentif PPh Pasal 21 DTP
- RI Upayakan Perluas Variasi Produk Ekspor ke Jepang
- PLN IP Target Kapasitas Listrik EBT Tambah 2,4 GWh hingga 2035
- BUMI Dukung Transisi Energi Berkelanjutan dengan Efisiensi dan Inovasi
- China Disebut Khawatirkan Produk Baja Asal Indonesia, Mengapa ?
- Trump Mundur dari Kesepakatan, Pemerintah Beri Sinyal Batal Terapkan Pajak Minimum Global 15 Persen
- Holding BUMN Danareksa Dukung Pariwisata Nasional lewat Revitalisasi
- Titiek Soeharto soal Pagar Laut: Yang Mengkavling-kavling Laut Tanpa Izin, Segera Ditertibkan
- 10 Provinsi dengan Jumlah PHK Terbanyak 2024
- BNI Perkuat Tata Kelola Perusahaan dan Pemberantasan Korupsi
- ExxonMobil Kucurkan Investasi CCS dan Pabrik Petrokimia Rp 162 Triliun di RI