pattonfanatic.com

Berbahagia dan Berwirausaha

Ilustrasi wirausaha, UMKM.
Lihat Foto

Oleh: Frangky Selamat*

UNGKAPAN yang mengatakan, ”Pengalaman adalah guru yang paling baik” mungkin terdengar klise dan “jadul”.

Namun, kata-kata bijak ini masih tetap relevan dalam banyak hal, walaupun masih perlu disikapi dengan hati-hati dalam beberapa kondisi. Proses menjadi wirausaha, misalnya.

Banyak kisah wirausaha sukses yang diawali dengan kisah sedih penuh tekanan. Kondisi yang tidak menguntungkan mendorong orang membuka usaha. Jauh dari kesenangan berbisnis. 

Apalagi bicara passion (hasrat) berwirausaha. Jauh dari itu. Semua bermula dari kesulitan. Ini pengalaman yang tidak mesti ditiru.

Menjadi wirausaha bukan karena terpaksa. Mengawali dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Filosofi ini memandang bahwa kewirausahaan merupakan proses pembelajaran.

Kewirausahaan yang diawali dengan inisiatif kewirausahaan merupakan berbagai ide dan proyek yang dihasilkan dan diimplementasikan untuk memulai usaha baru dan meningkatkan usaha yang telah ada (Ndou, Mele, Vecchio, 2019), didorong lebih kuat dengan rasa bahagia dari pelakunya.

Bagi Mahringer dan Renzl (2018), kebutuhan akan inisiatif kewirausahaan tersebar luas. Perekonomian negara dan setiap aspek kehidupan masyarakat dipengaruhi olehnya.

Inisiatif kewirausahaan memiliki kapasitas untuk mempercepat pembangunan dan perubahan. Dengan mendukung kewirausahaan, masyarakat tidak hanya dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui inovasi (Moro dkk., 2020).

Kebahagiaan dan inisiatif kewirausahaan

Terdapat dua alasan yang mengaitkan kebahagiaan dengan inisiatif kewirausahaan. Pertama, karena kewirausahaan adalah proses pembelajaran, maka merupakan perilaku yang dapat dipelajari (Boser, 2017).

Perasaan negatif seperti tertekan, terpaksa, sedih dan sebagainya akan merampas kemampuan seseorang untuk belajar (Bandura dan Walters, 1977).

Perasaan senang justru akan meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengadopsi pengetahuan baru. Pikiran lebih terbuka dengan masukan-masukan segar yang berharga.

Kedua, meskipun ketekunan adalah prediktor keberhasilan, namun memiliki kegigihan tidak semata-mata bergantung pada paparan keadaan negatif.

Ketekunan dan ketahanan adalah efek kognisi individu dan kemampuan untuk memahami keadaan (Coutu, 2002). Jika ketahanan dapat dipelajari, maka pembelajaran lebih mungkin dan mudah terjadi pada saat-saat bahagia.

Asumsi ini konsisten dengan teori bahwa emosi positif memperluas tindakan seseorang dan membangun kapasitas mereka untuk bertahan terhadap kesulitan (Hahn dkk., 2012).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat