Menyelisik Perluasan Kebijakan KLM Bank Indonesia, untuk Si(apa)?
MENGAWALI Juni 2024, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis dengan memperkuat Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebagai booster bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Lewat langkah ini, BI berupaya memperluas sektor-sektor prioritas yang ditetapkan, seperti hilirisasi mineral dan batu bara, perumahan, pariwisata, dan lain-lain.
Besaran insentif maksimum ditingkatkan menjadi 4 persen dari sebelumnya 2,8 persen.
Dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir, BI menangkap sinyal kuatnya permintaan kredit tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang tumbuh lebih dari 20 persen.
Dengan melihat perkembangan tersebut, BI berupaya menjaga momentum pertumbuhan kredit dengan kembali memperluas insentif KLM.
Kebijakan ini disambut baik oleh industri perbankan. Mereka optimistis kebijakan ini mampu menjadi jamu manis bagi perekonomian melalui peningkatan jumlah kredit.
Perluasan cakupan kebijakan KLM tersebut meliputi otomotif, perdagangan, listrik, gas, dan air, serta jasa sosial per 1 Juni lalu.
Sebelumnya KLM hanya mencakup sektor hilirisasi minerba, hilirisasi nonminerba, perumahan, dan pariwisata.
Sejalan dengan implementasi kebijakan ini, BI optimistis bahwa kredit akan tumbuh sampai 12 persen di akhir tahun 2024.
Sasaran kebijakan KLM
Seperti telah disebutkan sebelumnya, perluasan insentif KLM mengakomodasi beberapa tujuan besar BI.
Pada aras ini, BI turut mendukung pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan dukungan terhadap sektor-sektor prioritas. Nantinya sektor prioritas akan menjadi booster bagi percepatan ekonomi nasional.
Memang tak dapat dipungkiri, pertumbuhan kredit mampu menjadi indikator geliat dunia usaha. Dengan perluasan penerima insentif KLM terhadap sektor-sektor prioritas, mencuatkan harapan meningkatkan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Sektor-sektor prioritas tersebut masuk dalam kategori sektor yang memiliki daya ungkit ekonomi tinggi, dan bukan sektor yang berisiko mengalami kredit macet.
Harusnya dengan tambahan insentif ini, maka akan terjadi pertumbuhan pada sektor-sektor tersebut, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan investasi dalam perekonomian.
Dari arah lain, kebijakan ini akan mendorong penguatan likuiditas perbankan. Likuiditas sektor perbankan yang melebihi 25 persen menunjukkan bahwa kebijakan ini efektif dalam memperkuat likuiditas bank, memberikan mereka fleksibilitas lebih besar dalam menyalurkan kredit.
Terkini Lainnya
- Nasib Siapa Saja yang Bisa Beli BBM Subsidi Kini Ada di Tangan BPS
- Modal Asing Akhirnya Kembali Masuk ke Indonesia
- Ciri-ciri Rekening yang Rentan Dipakai untuk Tindak Kriminal Menurut OJK
- AlloFresh Hadirkan 4 Fitur dan Diskon untuk Mudahkan Belanja Online
- Serangan Siber Mengintai, Lindungi Data Perusahaan dengan Penggunaan Peranti yang Tepat
- UMP Sumut 2025 Naik Jadi Rp 2,9 Juta Berlaku 1 Januari
- Pendaftaran Mudik Gratis Nataru Kemenhub Dibuka, Ini Cara Daftarnya
- WeNetwork Dorong Transformasi Kepemimpinan untuk Indonesia Emas
- Pupuk Kaltim Dukung Pelestarian Ekosistem Perairan
- OJK: Penerapan Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor Masih Tunggu Peraturan Pemerintah
- Vietnam Turunkan PPN Jadi 8 Persen, Menko Airlangga: Beda Negara, Beda Kebijakan...
- Periode Libur Nataru, Pelabuhan Penyeberangan Terapkan Skema Khusus
- OJK Sebut PPN 12 Persen Bakal Pengaruhi Daya Beli Masyarakat
- Nikmati Gaya Hidup Lebih Mudah, Ini Cara Apply Kartu Kredit Online lewat myBCA
- Digempur Risiko Geopolitik Global, OJK: Sektor Jasa Keuangan Stabil
- IHSG Melemah di Awal Perdagangan, Rupiah Turun ke Level Rp 16.302
- Rincian Harga Emas Antam Rabu 12 Juni 2024, Naik Rp 8.000
- Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Hari Ini 12 Juni 2024
- Bahlil Ungkap Alasan BYD Belum Kirim Pesanan Mobil Listrik ke Konsumen
- Komisi XI DPR Setujui Anggaran Kemenkeu Rp 53,19 Triliun pada 2025